Headline-news.id Ponorogo, Jumat 7 November 2025: Topeng kesalehan kembali robek di hadapan publik. Sosok yang selama ini tampil santun, religius, dan mengaku memperjuangkan kesejahteraan rakyat, kini justru ditelanjangi oleh fakta pahit: Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan korupsi jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Ponorogo.

Lembaga antirasuah kembali menunjukkan tajinya. Operasi senyap yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (7/11/2025) malam menjerat sang bupati beserta beberapa pejabat lainnya yang diduga terlibat dalam praktik busuk memperjualbelikan jabatan demi kepentingan pribadi.
Kabar ini dibenarkan langsung oleh Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcayanto, yang mengatakan bahwa penangkapan tersebut berkaitan dengan proses mutasi dan promosi jabatan di tubuh pemerintahan Kabupaten Ponorogo.
“Benar, ada kegiatan tangkap tangan yang dilakukan di Ponorogo. Kasusnya terkait mutasi dan promosi jabatan,” ungkap Fitroh saat dikonfirmasi media, Jumat (7/11/2025).
Fitroh menegaskan bahwa Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko merupakan salah satu pihak yang diamankan, meski belum dapat merinci jumlah orang yang ditangkap maupun barang bukti yang disita. “KPK memiliki waktu 1×24 jam untuk menentukan status hukum para pihak yang diperiksa,” ujarnya.
Pernyataan tersebut turut diperkuat oleh Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, yang mengatakan, “Benar. Saat ini tim masih bekerja di lapangan. Kami akan sampaikan perkembangan selanjutnya.”
Meski belum diungkap secara detail, sumber internal menyebut OTT kali ini melibatkan transaksi terkait penempatan pejabat eselon di lingkungan Pemkab Ponorogo. Praktik semacam ini dikenal sebagai modus korupsi klasik yang kerap terjadi di pemerintahan daerah, di mana jabatan strategis dijual kepada pihak yang menyetor uang kepada kepala daerah atau pejabat berwenang.
Yang membuat publik semakin terperangah, sehari sebelum penangkapan—tepatnya pada Kamis (6/11/2025)—Sugiri Sancoko masih sempat memimpin rapat besar bersama pejabat Pemkab dan anggota DPRD Ponorogo di aula Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah (Bapperinda).
Rapat itu digelar tak lama setelah rombongan Pemkab Ponorogo baru saja menghadiri undangan resmi KPK di Jakarta pada 23 Oktober 2025 lalu. Ironi pun tak terhindarkan: baru dua minggu setelah berkunjung ke kantor KPK, sang bupati justru dijemput oleh lembaga yang sama karena dugaan korupsi.
Dalam rombongan ke Jakarta tersebut turut serta Wakil Bupati Lisdyarita, Sekda Ponorogo, sejumlah kepala OPD, dan pimpinan DPRD Ponorogo. Kini, perjalanan resmi yang dulu dianggap sebagai langkah koordinasi antarlembaga itu justru menjadi catatan hitam di akhir masa jabatannya.
“Sok alim, ternyata maling,” begitu bunyi komentar warga Ponorogo yang membanjiri media sosial setelah kabar penangkapan mencuat. Citra kesalehan dan kejujuran yang selama ini dibangun sang bupati kini runtuh dalam sekejap, digantikan dengan label “koruptor berkedok pemimpin”.
Sugiri Sancoko bukan wajah baru di dunia politik. Lahir di Ponorogo pada 26 Februari 1971, ia meniti karier panjang hingga akhirnya menduduki jabatan tertinggi di daerahnya sendiri. Ia merupakan alumni Universitas Dr. Soetomo Surabaya, di mana ia meraih gelar magister pada tahun 2014.
Karier politiknya dimulai dari kursi DPRD Provinsi Jawa Timur pada periode 2009–2014, lalu kembali menjabat untuk periode 2014–2015. Ia kemudian maju dalam Pilkada Ponorogo 2020 dan berhasil merebut kursi bupati untuk periode 2021–2025. Keberhasilannya membuatnya kembali dipercaya rakyat pada Pilkada 2024, hingga dilantik untuk periode kedua 2025–2030.
Namun, masa jabatannya yang baru berjalan beberapa bulan itu kini terancam kandas. KPK menahan sang bupati dalam kasus korupsi, dan jika terbukti, seluruh karier politik yang dibangun bertahun-tahun akan hancur seketika.
Dari kantor megah menuju ruang pemeriksaan KPK, perjalanan hidup Sugiri Sancoko menjadi potret klasik tentang bagaimana kekuasaan tanpa integritas akan membawa kehancuran. Dari kursi kehormatan rakyat, kini ia harus menatap dinginnya jeruji tahanan sebagai pesakitan.
Penangkapan Sugiri Sancoko menambah panjang daftar kepala daerah yang ditangkap karena korupsi. Dalam catatan publik, kasus jual beli jabatan menjadi salah satu modus yang paling sering digunakan pejabat daerah untuk mengeruk keuntungan pribadi.
KPK sendiri berkali-kali menegaskan bahwa praktik seperti ini merusak sistem birokrasi, menghancurkan moral aparatur sipil negara, dan mengorbankan pelayanan publik. Namun, tampaknya, banyak pejabat yang masih belum kapok.
“Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi juga pengkhianatan terhadap amanah rakyat,” ujar seorang sumber internal di KPK dengan nada tegas.
Kini masyarakat menanti langkah tegas lembaga antirasuah tersebut dalam mengusut tuntas jaringan korupsi di Ponorogo. Tak hanya Sugiri, publik juga menuntut agar semua pihak yang terlibat diseret ke meja hijau tanpa pandang bulu.
Karena sudah terlalu sering rakyat disuguhi drama serupa—pemimpin yang tampil bak ustaz di panggung politik, tapi ternyata maling di belakang layar.

Dan akhirnya, suara rakyat kembali menggema dengan getir:
“Sok alim… eh ternyata maling! Lagi-lagi uang rakyat yang dijarah.”
(Redaksi – Tim Biro Pusat Siti Jenar Group Multimedia)














