Bondowoso, Headline-news.Id – Perseteruan antara Bupati Bondowoso dan Ketua DPRD Bondowoso semakin meruncing dan belum menemukan titik terang. Kedua belah pihak berseteru saling bersikukuh memiliki dasar pandangan hukum masing-masing. Hal ini merupakan buntut panjang atas laporan kuasa hukum Bupati Bondowoso kepada pihak Kepolisian pada 12 Maret 2022 lalu atas dasar telah beredarnya sebuah video yang dinilai telah merugikan pihak KH. Salwa Arifin selaku Bupati Bondowoso. Kamis, 29 September 2022.
Dalam video yang berdurasi sekitar 2 menit 33 detik itu, Ketua DPRD Bondowoso, yaitu H. Ahmad Dhafir mengungkapkan bahwa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bondowoso masih ada dan bahkan marak terjadi jual beli jabatan di bawah kepemimpinan KH. Salwa Arifin sebagai Bupati Bondowoso.
“Jika yang mengatakan adalah Wakil Bupati, maka benar jika di Bondowoso masih ada dan marak praktek jual beli jabatan,” sebut Ahmad Dhafir dalam sebuah video yang diunggah oleh akun resmi media center DPC PKB Beberapa bulan lalu. Video tersebut menjadi viral diberbagai platform media sosial dan ditonton serta dibagikan berkali-kali.
Karena dinilai merugikan kliennya, maka kuasa hukum Bupati, Ahmad Husnus Sidqi DKK melaporkan Ahmad Dhafir atas dugaan pelanggaran UU ITE tentang Pencemaran nama baik dan Penyebaran berita bohong.
Sebagai institusi penegakan hukum, Polres Bondowoso telah berupaya untuk memediasi kedua belah pihak, yaitu pelapor dan terlapor, namun sayangnya upaya Polres Bondowoso untuk menengahi perseteruan antara Bupati (pelapor) dan Ketua DPRD (terlapor) menemui jalan buntu, hal itu disebabkan karena Bupati tidak hadir memenuhi undangan Kapolres Bondowoso, hanya diwakili oleh kuasa hukumnya, yaitu Ahmad Husnus Sidqi dan Edy Firman, pada Selasa Siang, 27 September 2022.
Saat Dikonfirmasi oleh awak media DetikOne, Edy Firman menjelaskan bahwa Bupati telah membuka jalan perdamaian. Pihaknya mengajukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Ketua DPRD Bondowoso untuk berdamai.
“Kami siap berdamai dengan beberapa syarat, pertama Ketua DPRD Bondowoso harus datang ke Bupati untuk meminta maaf. Kedua, meralat ucapannya secara terbuka melalui media, ia harus membuat pernyataan jika perkataannya itu salah dan khilaf,” terang Edy Firman.
Di luar dugaan, syarat dan permintaan Bupati tersebut langsung ditolak mentah-mentah oleh Ketua DPRD Bondowoso. Proses mediasi akhirnya gagal dan tidak terpenuhi oleh kedua belah pihak yang bertikai, maka kesempatan untuk berdamai kecil kemungkinannya. Artinya proses hukum akan terus berlanjut. Dari sini berarti, tugas Kepolisian untuk menjadi mediator telah dianggap selesai.
Di tempat terpisah, Ahmad Dhafir menanggapi laporan yang telah ditujukan kepada dirinya. Ia mengatakan, jika DPRD merupakan representasi dari rakyat di daerah Kabupaten, sebagaimana yang telah diamanatkan UU No. 23/2014 pasal 149 ayat 1 dan pasal 153 ayat 1.
“Saya tidak akan pernah meminta maaf, karena apa yang saya lakukan adalah fungsi saya selaku anggota DPRD dalam melakukan pengawasan jalannya pemerintahan,” tegas Ahmad Dhafir.
“Jika saya mengikuti kemauan Bupati untuk meminta maaf, pada saat melaksanakan tugas. Maka, saat itu juga saya telah berkhianat dengan menginjak-injak konstitusi Negara, dan berkhianat terhadap amanah yang diberikan oleh rakyat kepada saya,” imbuhnya.
Politisi senior dari F-PKB itu juga menyampaikan, apabila pihaknya sampai meminta maaf kepada Bupati, berarti dirinya secara tidak langsung telah menghina dan merendahkan martabat para koleganya, baik dari DPR RI, DPR Provinsi dan Kabupaten se-Indonesia.
Ia juga menjelaskan, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, para wakil rakyat memiliki Hak Imunitas. Pelaksanaan hak anggota tersebut di atur dalam UUD 45 pasal 20A ayat 3 dan UU No. 23/2014 pasal 176 ayat 1.
“Jadi jangan pernah mengancam saya, saraf takut saya sudah putus demi keadilan dan kebenaran,” pungkasnya.
(Biro Bondowoso/Red)