Sabtu, 17 Februari 2024
SITUBONDO, headline-news. Orang tua murid di MTsN (1) Situbondo mengungkapkan keluhan terkait beban iuran yang dianggap terlalu berat. Sejak pergantian kepala sekolah dan kometi baru, banyak orang tua merasa terbebani dengan sejumlah iuran bulanan maupun tahunan yang diberlakukan.
Paguyuban menjadi salah satu sorotan utama, dengan iuran sebesar 20 ribu per bulan. Selain itu, terdapat iuran tambahan seperti uang kas tahfiz sebesar 50 ribu per bulan, jum’at manis sebesar 10 ribu per bulan, dan atmenitrasi naik kelas sebesar 250 ribu per siswa per tahun. Selain itu, fasilitas komputer juga dikenakan biaya sebesar 400 ribu per murid.
Ibuk” murid, yang enggan disebutkan namanya, menyatakan bahwa keluhan ini muncul setelah pergantian kepala sekolah dan komite baru. Ia menduga adanya pungutan yang tidak transparan dan berkedok iuran, yang menambah beban ekonomi orang tua murid.
“Pertama kali kami merasakannya ketika paguyuban naik menjadi 20 ribu per bulan, ditambah dengan berbagai iuran lainnya. Sebelumnya, kami tidak pernah dikenakan biaya sebanyak ini,” ungkap ibuk” murid tersebut.
Ketua RT Keluhkan Adanya iuran Berkedok di MTsN (1) Situbondo
HJ, Hari Trisno, selaku Ketua RT 003/RW/012 di Kelurahan Mimbaan, Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo, turut mengungkapkan kekecewaannya terkait adanya iuran yang diduga berkedok di MTsN (1) Situbondo. ia menyampaikan keluhannya terhadap beban iuran yang dinilai memberatkan masyarakat di wilayahnya.
Menurut informasi yang dihimpun, MTSN (1) memiliki kurang lebih 650 siswa. Hari Trisno menyatakan bahwa adanya berbagai iuran yang dikenakan pada orang tua murid, seperti paguyuban, uang kas tahfiz, jum’at manis, dan lainnya, telah menjadi sumber keluhan di lingkungannya.
Ketika awak media hendak mengkonfirmasi hal ini kepada Ketua Komite, HJ Ali Ambar, beliau enggan memberikan keterangan. Menghadapi ketidaktransparan ini,
Hari Trisno mengungkapkan niatnya untuk segera melaporkan masalah ini dengan surat resmi kepada pihak dinas pendidikan atau depak (departemen pendidikan dan kebudayaan).
“Kami akan memastikan keluhan ini tersampaikan dengan surat resmi ke pihak dinas pendidikan atau depak. Keterbukaan dan transparansi dalam pengelolaan dana sekolah adalah hak masyarakat yang harus dijamin,” pungkas Hari Trisno.
Keluhan ini semakin menguatkan tuntutan masyarakat akan akuntabilitas dan keterbukaan dalam pengelolaan dana sekolah,ungkap,ALI,
red. (Ba’im)