Headline-news.id Situbondo, Rabu 11 Juni 2025: RSUD Besuki kembali menjadi sorotan tajam masyarakat. Rumah sakit daerah yang semestinya menjadi garda terdepan pelayanan kesehatan publik justru dilaporkan telah memperlakukan pasien secara diskriminatif, khususnya terhadap peserta BPJS Kesehatan. Sejumlah warga yang menjadi korban tidak hanya mengungkapkan kekecewaan, tapi juga mempertanyakan integritas dan etika pelayanan RSUD yang dibiayai oleh uang rakyat tersebut.
Kisah paling menyentuh datang dari Ibu Lis, warga Desa Bloro, Kecamatan Besuki. Ia harus menahan kegeraman ketika membawa anaknya, Qurrotul Ayuni, berobat ke RSUD Besuki beberapa waktu lalu. Alih-alih mendapat pelayanan profesional dan penuh empati, ia justru merasa diperlakukan layaknya warga kelas dua.
“Saya bawa anak saya yang sakit dengan harapan bisa segera ditangani. Tapi yang saya dapat justru perlakuan kasar, petugas tidak ramah, dan terkesan enggan melayani. Saya diam karena saya takut anak saya tambah parah, tapi saya sangat kecewa. Ini rumah sakit milik pemerintah, kenapa kami diperlakukan seperti bukan manusia?” ungkap Ibu Lis dengan mata berkaca-kaca.

Kejadian ini bukanlah kasus tunggal. Laporan serupa juga datang dari warga Desa Pesisir, Besuki, yang menyebut adanya pola pelayanan yang berbeda antara pasien umum dan pasien BPJS.
“Kami pasien BPJS merasa seperti ‘dianaktirikan’. Pelayanan lambat, petugas sering acuh, dan bahkan penjelasan medis sulit diminta. Tapi kalau pasien umum, terlihat lebih cepat ditangani dan komunikasinya lebih sopan. Kenapa bisa seperti itu?” tanya warga yang meminta identitasnya disamarkan demi keamanan.
Dugaan diskriminasi ini menggambarkan krisis etika dalam pelayanan kesehatan yang semestinya bersifat universal dan nondiskriminatif. Dalam sistem BPJS, negara menjamin bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama atas layanan kesehatan. Namun di lapangan, praktiknya menunjukkan realitas yang menyakitkan: pasien dinilai bukan berdasarkan kebutuhan medis, melainkan jenis pembiayaan.
Mirisnya, hingga laporan ini diterbitkan, manajemen RSUD Besuki belum memberikan pernyataan publik. Tidak ada klarifikasi, permintaan maaf, atau sikap terbuka yang menunjukkan tanggung jawab moral atas berbagai keluhan masyarakat.
Ketika suara rakyat tak dihiraukan oleh pihak rumah sakit, harapan kini tertuju pada DPRD Kabupaten Situbondo. Komisi IV DPRD yang membidangi kesehatan dan pelayanan publik menyatakan telah menerima laporan masyarakat dan mulai mengambil langkah investigatif.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Situbondo, Budi Hari Prasetya, menyampaikan bahwa pihaknya memandang serius pengaduan ini. Ia menyebut pelayanan publik yang buruk adalah refleksi dari bobroknya tata kelola pemerintahan.
“Kami tidak akan diam. Kasus ini adalah indikator nyata bahwa pelayanan rumah sakit belum manusiawi. RSUD Besuki dibiayai dari uang rakyat. Kalau pasien BPJS diperlakukan tidak adil, itu artinya rumah sakit telah gagal dalam menjalankan amanat negara,” tegas Prasetya dalam wawancaranya bersama tim Awak Media Sitijenarnews Group.
Ia menambahkan bahwa Komisi IV akan segera memanggil pihak RSUD Besuki untuk meminta klarifikasi dan akan merekomendasikan langkah pembenahan menyeluruh, mulai dari sistem antrian, standar operasional prosedur (SOP), hingga pelatihan ulang etika profesi bagi petugas layanan.
Kondisi ini seharusnya menjadi alarm keras bagi Pemerintah Kabupaten Situbondo dan Dinas Kesehatan. Pembiaran terhadap praktik diskriminasi layanan hanya akan memperkuat ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi publik. Jika dibiarkan, kasus seperti ini dapat menurunkan indeks kepuasan layanan publik dan mencoreng nama baik daerah di tingkat regional maupun nasional.
Masyarakat berharap perubahan bukan hanya wacana. Mereka menuntut tindakan nyata dan segera. Karena dalam pelayanan kesehatan, keterlambatan bukan hanya soal waktu, tapi bisa berarti hilangnya nyawa.
RSUD Besuki kini menghadapi ujian kepercayaan publik. Masyarakat menanti: akankah pihak rumah sakit dan pemerintah daerah segera bertindak memperbaiki sistem dan etika pelayanan? Ataukah suara rakyat akan kembali terabaikan, dikalahkan oleh birokrasi yang tuli dan manajemen yang angkuh.?
(Laporan investigatif: Sub e – Biro Sitijenarnews, Situbondo, Jawa Timur)