Headline-news.id Situbondo, Sabtu 3 Mei 2025 — Hari ini, dunia kembali memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia, sebuah momen penting yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menegaskan kembali arti penting kebebasan berekspresi dan independensi media dalam membangun masyarakat yang demokratis dan adil.
Tanggal 3 Mei menjadi hari untuk mengenang, menghormati, sekaligus mengevaluasi posisi pers di tengah dinamika zaman, terutama dalam menghadapi tekanan politik, sensor, hingga kekerasan terhadap jurnalis.
Sejarah Hari Kebebasan Pers Sedunia:
Penetapan Hari Kebebasan Pers Sedunia bermula dari Deklarasi Windhoek, yang lahir dalam sebuah seminar UNESCO di Windhoek, Namibia, pada tahun 1991. Deklarasi tersebut disusun oleh para jurnalis Afrika yang bersatu menyuarakan perlunya media yang bebas, plural, dan independen, khususnya di tengah represi akibat apartheid.
Deklarasi Windhoek kemudian diadopsi oleh Sidang Umum UNESCO, dan pada tahun 1993, Majelis Umum PBB secara resmi menetapkan 3 Mei sebagai World Press Freedom Day.
Tujuan peringatan ini bukan hanya mengenang peristiwa sejarah, namun lebih dari itu, untuk:
Meningkatkan kesadaran global akan pentingnya kebebasan pers.
Mengevaluasi kondisi kebebasan media di berbagai negara.
Memberi penghormatan kepada jurnalis yang kehilangan nyawa dalam tugasnya.
Menyerukan kepada pemerintah untuk menghormati kebebasan berekspresi sebagai bagian dari hak asasi manusia.
Realitas Kebebasan Pers di Indonesia:
Indonesia sebagai negara demokrasi telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Undang-undang ini menjadi tonggak penting dalam sejarah kebebasan pers nasional, karena mencabut kewenangan pemerintah dalam menyensor maupun membredel media.
Namun dalam praktiknya, kebebasan pers di tanah air masih menghadapi berbagai tantangan. Berdasarkan data dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), sejak tahun 1996 hingga kini, terdapat setidaknya delapan kasus pembunuhan atau kematian misterius jurnalis yang belum terselesaikan. Salah satu yang paling dikenal adalah kasus Fuad Muhammad Syarifuddin yang tewas pada 1996. Hingga saat ini, pihak kepolisian dinilai belum berhasil mengungkap kebenaran di balik kematiannya.
Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa masih ada praktik impunitas, di mana pelaku kekerasan terhadap jurnalis tidak diproses hukum secara transparan. Hal ini menjadi ancaman serius bagi kebebasan pers dan keamanan para pewarta yang menjalankan tugas jurnalistiknya.
Tema Global 2025: Tantangan dan Peluang di Era AI:
Tahun ini, UNESCO mengangkat tema “Reporting in the Brave New World: The Impact of Artificial Intelligence on Press Freedom and the Media” atau “Pelaporan di Dunia Baru yang Berani: Dampak Kecerdasan Buatan terhadap Kebebasan Pers dan Media.”
Tema ini menggambarkan transformasi besar dalam dunia pers akibat kehadiran teknologi kecerdasan buatan (AI). Di satu sisi, AI menawarkan efisiensi dan kecepatan dalam pengolahan data serta distribusi informasi. Namun di sisi lain, teknologi ini juga membawa tantangan serius seperti penyebaran disinformasi, ancaman terhadap pekerjaan jurnalistik, hingga potensi manipulasi narasi oleh pihak berkepentingan.
UNESCO mengajak semua pihak untuk memastikan bahwa kemajuan teknologi tetap selaras dengan prinsip dasar kebebasan pers, etika jurnalistik, dan independensi media.
Apresiasi dan Harapan:
Direktur Utama PT SITI JENAR GROUP MULTIMEDIA, Eko Febriyanto, menyampaikan penghargaan kepada seluruh insan pers, khususnya mereka yang bernaung di bawah perusahaan tersebut.
“Di Hari Kebebasan Pers Sedunia ini, saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para jurnalis yang telah dan terus memperjuangkan kebenaran. Terima kasih atas keberanian, integritas, dan semangat pantang menyerah yang kalian tunjukkan di lapangan. Kalian adalah ujung tombak demokrasi,” ungkap Eko.
Ia juga menambahkan bahwa pers yang bebas dan bertanggung jawab adalah kekuatan utama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa serta menjaga agar suara rakyat tetap didengar.
Menatap Masa Depan Pers:
Peringatan ini bukan hanya ajakan untuk mengenang para jurnalis yang telah gugur, tetapi juga momen untuk memperkuat solidaritas dan membangun masa depan pers yang lebih tangguh. Dunia membutuhkan jurnalis yang berani, jujur, dan berpihak pada kebenaran.
Pers yang merdeka bukan musuh pemerintah, melainkan mitra dalam membangun masyarakat yang terbuka dan adil. Maka, sudah saatnya negara dan seluruh elemen masyarakat bersama-sama menciptakan ruang aman bagi jurnalis untuk bekerja tanpa rasa takut.

Selamat Hari Kebebasan Pers Sedunia. Hormat kami untuk para penjaga fakta.
(Redaksi/Tim Biro Pusat PT Siti Jenar Group Multimedia)